|
masjid
Apr 20, 2010 8:25:47 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 20, 2010 8:25:47 GMT -5
Masjid (memori Maulana Attaur Razzaq) Share Today at 7:35pm Gempa malam itu menyisip dalam mimpi tidur maut Kini debu belerang yang menuba penghuni kota Lembah hijau Rabaul menjadi dataran Kain kafan Tiada yang tahu bila lagi datang malam bencana itu.
Pasar Kembi sebaris ibu tua menjajah pinang dan rokok Taro, Yam, Kaukau, pisang, kelapa, ayam dan ikan Hari yang ditunggu itu kami persiapkan Mutu Tanda syukur illahi Rabul Alamen.
Mereka menuruni lembah, gunung dan laut Dari Wabek dan Gunung Hagen yang dingin datang bersilatulrahim, zikir dan doa La ilaha ilallah Muhammad Rasulullah.
Di serambi masjid kulayani seorang Rascal "Yu stap gud", sambil menghulur sebotol air sejuk Dari kerut raut wajah dan mata yang sadis Kusampaikan berita gembira itu.
Masjid Baitul Karim rahmat sekurun Hujan Tropika pada siang yang gemilang Gelak Pikinini menghimpun harapan Salam itu telah pun kau sambut.
Kembi, West New Britain, Papua New Guinea
|
|
|
masjid
Apr 20, 2010 8:27:05 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 20, 2010 8:27:05 GMT -5
Sendiri Share Sat at 9:54am Sendiri di kamar tunggu Terasa kuseret waktu yg rimas.
Dingin musim gugur melusur Engkau semakin dekat tersisip.
Dalam rongga nafas menipis Kata-kata yang membisik.
Ketika kau ingin mencatit Jam dinding mati berdetik.
Pada gunung kucapai puncaknya Doa-doa melucur ke langit biru
Yang kutunggu pun datang Tanpa bujukan aku rela
Setiap pintu yang terkuak Hatiku pun siap.
Private Hospital Canberra 15 April 2010
Malam musafir kaligrafi pada hati yang terusik Share Yesterday at 11:28pm Malam musafir memerah mimpinya Noumea sekilas selepas gerimis Kaligrafi pada hati yang terusik pada kanvas sutera yang mulus.
Di sini menemukan siang yang membongkar Penjara menjadi halaman sepanjang hidup Semalam Petualang meninggalkan tanah leluhur Melintas lautan pendatang yang tak diundang.
Rindu teman pada ranjangnya Kekadang di kedai kopi ia bercanda Bonjour, kata itu meloncat pada wanita Kanak Bagaikan mencari gelak, kelakar dan pengertian.
Bus tiba di Hienghene perhentian terakhir Dalam kegelapan malam kuturuti salak anjing Urutan nafas tersentuh dengan debur ombak Tiada taburan bunga dan selamat datang.
Hienghene Massacre mimpi kemerdekaan yang malis Hienghene, tatoo berdarah Kanak pada tubuh yang gusar Pada dinding hati ada grafiti menjadi peringatan kejam Gerhana berkopak dalam kegelisahan yang resah.
Noumea, New Caledonia
dipetik dari facebook sabahudin senin best sajaknya buat koleksi
|
|
|
masjid
Apr 21, 2010 8:36:45 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 21, 2010 8:36:45 GMT -5
Tasmania Share Today at 4:59pm Musim panas yang merampok gelak-ketawa keluarga Rumah warisan sekurun menjadi puntung-puntung arang Foto album nenek tua kini menjadi debu kenangan Rimbunan hijau yang dilindungi hangus mengusir penghuninya.
Aku terpegun melepaskan nafas yang tersendat Menafsir lautmu, Tasmania, dulu pernah menjadi rebutan Kapal-kapal Inggeris, Belanda, Perancis, Sepanyol, Portugis Perlumbaan rembulan kerja-mengejar dan memiliki pintu ke Pasifik.
Makin aku mendekatimu Tasmania, getar serak suaramu Pada pepohonan, gunung, lembah, dataran, laut, hutan, kilang Pendera, soldadu, wanita, dan banduan pun punya ceritanya Kisah-kisah luka ngeri yang terkubur dalam selimut sejarah.
Di sini dulu ada Tasmanian Tiger meramaikan hutan Seakan kepedihan itu berbisik-bisik pada setiap dinding Kini Penyesalan yang datang memburu lamunan dinihari Kekhilafan yang menyuka dan menghiris sezaman.
Kuusap salji gunung Wellington yang tersergam seperti arca Setiap sedut kepul-kepul udara yang mencair di benaku Hobart semankin kecil menyerodok jauh ke bawah Pepohonan dan bebatu di lereng gunung itu komposisi yang lunak.
Aku bertamu yang banyak tersenyum dan berjabat tangan Di lapangan terbuka ada keramaian, nyanyi lagu dan BBQ Dulu di sini korban jatuh beramai-ramai Abrogine Tasmania Hari ini tiada musuh bersenjata memburu yang diburu.
Darah kutitiskan padamu, bukan dari kisah-kisah tragedi yang kaudengar Tapi ketika nekad pada suatu pagi musim panas aku mendatangimu, 'Red Cross, Blood Donation', aku pun rela demi Tasmania kini kita bersaudara Di jalan pulang matahari mengucup dahi seperti ibu meraih diriku.
Hobart. Tasmania
|
|
|
masjid
Apr 21, 2010 17:54:26 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 21, 2010 17:54:26 GMT -5
Kata Tjuta (Gunung Olga) Share Yesterday at 9:40pm Aku pun menyerah diri di bawah bumbung angkasa raya Kuputar pita rakaman pada yang kulihat, sentuh dan rasa Berbaur dalam sel-sel darah mengalir bebas dalam jantungku Keindahanmu membuat aku menjadi titik dalam samudera luas Merelakan diri ini tak tertaut hanyut dalam nikmat kemuncak Kata-kata tak terluahkan hanya anggukan pasrah yang merangkul Setiap inderaku memberkas menjadi monumen-monumen ingatan manis.
Ketika aku mendaki Kata Tjuta desir angin yang melintas Beburung yang terbang melayang mengikut pusaran angin Berdiri antara dua belahan bukit terasa degut nafas dari masa silam Pasir tanah merah pentas yang terbuka dalam Pitjantjatjara Dreamtime Masih kuingat waktu yang berulit anak kecil yang menunggu kasih seorang ibu Memetik-metik kata menjadi ayat pertama sebuah cerita yang panjang Melukis siang di Kata Tjuta sebuah panorama yang hidup sebuah kejadian.
Kata Tjuta, kurangkul engkau dan tak ingin kulepaskan dalam kubu ingatan Kalau ini membuat aku majnun engkau tak perlu resah dan gelisah Bukankah mengenang keindahan ini mengembalikan fikir ke pangkal Engkau yang memahat tradisi pada jantung Kata Tjuta yang suci Legenda-legendamu yang hidup tentang Raja Wanambi Ular yang perkasa Yang hidup di puncak Gunung Olga hanya turun ke dataran ketika musim kering Yang pasti satu kata yang meloncat dari mulut yang terpaut ini,'Masha Allah'.
Yalara Northern Territory Australia.
|
|
|
masjid
Apr 22, 2010 8:17:26 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 22, 2010 8:17:26 GMT -5
Maori Share Today at 2:46pm
Di sini kuremas tanah segenggam memperingatiku Perjanjian Watangi Bagai pendengar yang sabar kuredupkan mata memberi isyarat bukan lawan hadzir sebagai saksi Suara itu seperti guntur, mengentak kaki, tari tangan seorang pahlawan, mempersembahkan Ka Mate Haka Dapat kurasakan jarum-jarum tatoo dan darah yang melacit pada wajah dan kulitmu lambang yang gah Mata yang melotot, lidah yang terjulur seakan-akan mematah-matah ranting hati musuh yang durjana Kolam air panas dan bau belerangmu masih bernafas dan mendidih membawa peringatan kejahatan dulu Maut wabak yang menular jauh di pendalaman mengosong dan perang Musket mengagih kewaspadaan Penghulu-penghulu yang akur dengan mata yang berkilat duduk berunding di perambian dengan pendatang Yang bertekad menukarkan lembah yang lembab perladangan hijau yang menjamin gelora seorang dagang Kapal-kapal Pakeha yang berlabuh dengan bedil-bedil yang siap mengempur mimpi-mimpi tangata whenua Yang bergolek dalam lumpur waktu mencipta bayang-bayang yang gerun menyeret sampai dinihari Pada penghidupan ini yang merimas, mencabar dan meregut semangatmu hanyut pada gejolak kota Pada budaya tradisi tersentak arus zaman menentang dan mencabik tangata whenua yang resah Malam yang gundah kebimbangan yang menubah pada hari yang bernama esuk Dalam gurun keramaian kota-kota kau semankin melemah menyisih dan menyingkir ke pepenjuru Dari sarang Tamariki, kau diperingatkan lagu Waiata, haka, airmu yang manis, lantai tanahmu yang embuk, Naluri bahasamu yang melunakkan dan puitis tetapi bisa juga menjadi halilintar yang membelah langit Pada ukiran-ukiran malam yang berinai dan pesta kembang api Pakeha Moari telah menetapkan tekadnya Pada sebuah penghidupan tak semuanya menjadi layar hitam putih yang menawan dalam sebuah pilihan Pada sebuah sejarah silam yang pahit itu suatu peringatan seram kepada sebuah harapan yang menawan Pada sebuah awalan dan akhiran, pada sebuah pertengahan pengisian nekad mewarnai kanvas sejarah.
Auckland, New Zealand
|
|
|
masjid
Apr 22, 2010 18:56:51 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 22, 2010 18:56:51 GMT -5
Taj Mahal Share Today at 1:04am Aku hanyut dalam hiruk-piruk Delhi Tua seperti mencari hujung benang dalam kusut Timbul tenggelam dalam samudera pedagang tawar-menawar dalam lingkaran Kubu Merah Dalam kelelahan kusulami keramaian di lorong-lorong pada wajah-wajah lesu dan berdebu Waktu pun terhakis pada siang yang memanjang kerinduan ini kulepaskan di Masjid Jama.
Musim dingin yang runtuk yang kulihat seperti kabus dalam timbunan warna kelabu Udara yang mencekak rongga terasa tersekat ketika terlepas menjadi wap menyelebab Terasa kunjungan ini tak akan menjadi sempurna kalau kutinggalkan tanah Hindustan Tanpa pamit ke Taj Mahal menaksir besarnya cinta Shah Jahan kepada Mumtaz.
Semankin kudekati Agra mulai terasa sedu-sedan Shah Jahan yang terhukum Dari jendela kedamaian hati memandang Taj Mahal melarutkan kerinduan ini Pada Penyair bait-bait puisi yang lunak pusar pada sebuah tofan cinta yang agung Menjadi monumen yang disebut-sebut pada setiap hati memperkirakan pengorbanannya.
Bila yang kauukirkan pada setiap batu marmar pada sebuah dinding pada sebuah nota Dari masa silam dari kurun ke kurun sejak Adam diciptakan menjadi nadi dalam kehidupan Semua yang teruji dalam urutan waktu dari pengorbanan seorang kadim demi cinta Aku pun yakin sejuta doa terkabul dari cinta yang bersemi yang mengalir dari langit samawi.
Agra, India
|
|
|
masjid
Apr 23, 2010 8:27:07 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 23, 2010 8:27:07 GMT -5
Harapan Share Today at 7:45pm Kegelapan pun mengembangkan kepak di malam gerhana Kapal penuh sarat bergerak perlahan mengadu nasibnya Tenggelam timbul dalam samudera laut yang tak bersahabat Lenggang-lengguk tari gelombang menghempas pulas dinding harapan.
Perang masih berulit merampok ketenteraman desa Penembak hendap yang masih bersembunyi di rumah-rumah kosong Anjing-anjing jalanan yang lapar melolong sahut-menyahut jalan ke bukit Bekas-bekas darah yang menghitam kering di depan pintu masuk.
Pada pulau ke sasar menjauh pada tofan yang membunuh harapan Pada siang yang gundah Pada laut yang menyimpan rahasia.
Kami berdatangan menjadi bunga rampai di laut pasang Kami berhanyutan seperti kelapa yang akan tumbuh di pulau-pulau Kami sekawan dolphin yang kesurutan di pantai pasir putih Kami adalah batu-batu karang yang terpisah dari induknya.
Kautinggalkan sekeping hati pada malam di hujung tanduk Ini adalah perjalanan sehala yang tak akan kembali Tanpa pasport dan tanpa visa mempertaruhkan hidup mati Demi benua dan langit baru yang membuka pintunya ramah.
Canberra Australian Capitol Territory
|
|
|
masjid
Apr 25, 2010 8:25:51 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 25, 2010 8:25:51 GMT -5
rumah lama Share Today at 4:37pm
Pohon cempedak di atas bukit telah tumbang disambar petir rebah menjadi bobok batang mati.
Jalan-jalan pepohonan getah tua yang lama tak dikunjungi penoreh menjadi semak-belukar yang sepi.
Dulu duduk-duduk di serambi melihat sekumpulan monyet bergayutan dari pohon ke pohon.
Burung-burung merak terbang menjauh dari pengetah-pengetah burung yang masih berpendam.
Kekadang banjir besar memukul tebing runtuh air naik sampai ke pohon Belunu berhari-hari.
Jembatan-jembatan bambu hanyut tenggelam sampai ke lutut biawak teman di jelapang.
Tanah sebidang itu ranjang tidur yang memanggilmu sekalipun beberapa musim telah kautinggalkan.
Rumah lama di pinggir paya pohon bambu yang merimbun masih setia menunggumu datang.
Canberra.
|
|
|
masjid
Apr 26, 2010 4:58:56 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 26, 2010 4:58:56 GMT -5
penyair tua (dedikasi pada Aki) Share Today at 1:15pm Serangkai hening menjadi warna hitam putih yang semankin memudar Aku sendiri seperti jendela yang dibuka pada pagi menutupnya ketika senja Pada kerusi ini aku bagai melempar-lempar lemah bola waktu dan menggenggam lepas Malam itu biasa menerima tamu duduk mencubit-cubit lamunan menjauh di dalam perigi hati Kekadang aku merasa di sebuah stesen keretapi yang melucur cepat kini melemah dan berhenti Penumpang itu aku sendiri yang melambai selamat tinggal pada diriku di stesen terakhir.
Dinding-dinding pucat pada bingkai lukisan yang mengabur pada rak buku yang tak terusik Potret lama mengungkit lamun kini menjadi gurun yang kering di sudut pepenjuru tenang berdebu Aku semankin kecil menjadi noktah yang lama kelamaan meminggir memberi jalan Datanglah tetamuku sarapan pagi telah kucicip, katil tidur telah kukemaskan, tas berangkat telah siap, Kucing Manja telah kuusap tenang-tenang di atas serambi mandi cahaya pagi kembang bunga lilly Pada langit, matahari Kekasihku, sedetik itu terlalu lama untukku Kertas putih di atas meja masih di situ, kini aku menjabat tanganmu pergi.
Canberra
|
|
|
masjid
Apr 27, 2010 3:22:22 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 27, 2010 3:22:22 GMT -5
tamu Share Today at 11:44am Musim panas kuhirup cai kental buah pala kereta api senja yang menyodok ke dalam resah malam berhenti- di perhentian yang legap.
Ketika kusedar Multan hangus dalam mimpi-mimpi yang tersentak bahang Lahore peluh yang merimas.
Mata yang rela mencedok dataran tinggi hijau lereng-lereng bukit kelabu sungai Chenab yang asin.
Kereta kuda membawa tamu ke Langkar Khana malam itu mengunyah cipati, gulai kambing dan lasi. suara nazm mengelus wajah-wajah yang pasrah pada malam tafakur.
Kudakap kau manis-manis doa melayang ke langit pertama dan akhir esuknya- sahabat ini pun berpulang.
Karachi Pakistan
|
|
|
masjid
Apr 27, 2010 18:08:19 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 27, 2010 18:08:19 GMT -5
main Share Yesterday at 10:50pm Kap kap udang udang tangkap lepas dengar bunyi orang lari cepat-cepat.
kaudatangi pohon pohon berkata kaudatangi bunga bunga pun berkata kau datangi gunung
kup kup angkup apa akan diri ini tak dapat kukandung bagaimana mengandung kau pula.
Par par pisang pisangku belum masak masak sebiji di atas para-para cuk belicuk patahkan kayu bengkok.
kata biar tulus hati pun lurus.
Sandakan Sabah
|
|
|
masjid
Apr 28, 2010 3:17:27 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 28, 2010 3:17:27 GMT -5
serigala Share Today at 12:16pm Tiada yang ingin bertanya tentang cerita sepohon kayu yang ditembang di pinggir jalan Tiada yang ingin bertanya tentang ikan kuaci, ikan gulama atau ikan bertulang di pasar ikan Tiada yang ingin bertanya tentang lemak daging di atas daun simpul siapakah pembelinya Tiada yang ingin bertanya kerana ceritanya begitu lumrah dan membawa bosan.
Akupun tak akan bertanya kalau kau tak mengucapkan salam ketika lalu melintas Akupun tak akan berkecil hati kalau kau mengundang tamu untuk sebuah pesta lupa menjemput Akupun tak akan mengata kalau kau berkata kasar ketika aku terpegun di tengah jalan Akupun tak akan membalas kalau kau menamparku tanpa takku tau usul perkara.
Tak perlu melontar fitnah memang aku kambing di lereng bukit kau serigala, pemburu Yang pasti dalam waktu begini, aku memang kambing yang rela Dikorbankan di hujung mata pisau yang menebus mimpi semalam Masihkah kau menabur benci kerana kita berlainan fikir dan harapan?
Canberra
|
|
|
masjid
Apr 28, 2010 8:23:01 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 28, 2010 8:23:01 GMT -5
burung Share Today at 9:03pm
Aku burung melayang tinggi Dalam udara pagi pulang menjelang senja Kuterbangi tujuh petala langit Bermain pada pusaran angin Aku pun tak rindu menginjak bumi.
Inilah salam terakhir aku terbaring mengadah ke langit senja Otot kepakku kejal dingin musim gugur menekan dadaku Kelopak mata semakin memberat dan nafasku mengendur Selamat tinggal pepohonan Oak di Jalan Collett.
Bulan penuh di langit timur bagai sapuan lukisan cat air Biru gelap dan kemerahan-merahan yang luntur Di jalan pulang ia terserempak pada seekor burung Sesaat tadi mengerdip dan bernafas kini menjadi barang buangan.
Adakah menyangka burung yang menguasai langit terbuka dulu Bila saat itu sampai hanya debu-debu tanah tak beralas.
Canberra
|
|
|
masjid
Apr 28, 2010 20:40:51 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 28, 2010 20:40:51 GMT -5
pisang goreng Share Today at 8:41am
Ketika Ia mejauhimu di gunung salji di gurun lembah yang terasing pada pulau atau atol mengundur sungai dan gua yang misteri ombak pantai yg bergulung pada langit berdebar perbatasan yang gembur Ia masih tertaut baumu menyentik aroma bagaimana Ia lepaskan kerinduan yang menghempas tebing perpisahan ini bagaimana Ia panggil namamu dalam mimpi-mimpi manis bagaimana Ia rasakan kesederhanaanmu dalam kehangatan bagaimana Ia sentuh sebuah harapan pada mata yang berkocak.
Sudah Ia jelajahi empat pepenjuru langit mencari sesuatu yang hilang di zaman gerhana simpang-siur pital benang yang kusut tak juga ia temui pada rahasia sebuah malam tak juga ia temui pada hiruk-pikuk sebuah siang Ia tanya pada diri mencari jawaban pada sebuah teka-teki bukan apel menerebas jatuh menghendik kepalanya bukan juga gempa di tanah tinggi yang meregut tetapi sesaat nombor kombinasi itu menyulap Ia pun bergegas pulang kunci itu telah ia temui.
Di jalan pulang Ia percepatkan langkah kakinya Ia besarkan langkah, sedepa, sehasta, terangkat ke udara melayang dan berkepak, ia pahat pada langit, ia bisikan pada bumi, 'Ini aku pulang sebagai kekasih yang rindu.'
Di sebuah gerai di pinggir jalan di sebuah kota di tanah air ia duduk tenang menunggu kopi dan sang kekasih datang.
Mengapa mencari hatimu jauh-jauh di hujung dunia sedang di pinggir matamu di situ ia setia menunggu setiap hari, Pisang Goreng!
Canberra
|
|
|
masjid
Apr 29, 2010 21:22:50 GMT -5
Post by Puteri Bayu on Apr 29, 2010 21:22:50 GMT -5
Honiara Share Today at 10:00am
Masihku ingat dalam kelunakan malam yang berendam dekur yang mengepul-ngepul dan menghilang ke bumbung musim hujan yang melonjak menghanyutkan teratak meregut mangsa mencekik kebun ubi di pinggir sungai berubah menjadi jelapang air lumpur dari hutan pembalakan menuruni lurah bukit merembes masuk ke desa-desa kelabu jauh ke dalam cerita pun melucut dari mulut ke mulut di jalan-jalan, gerai kopi, perhentian bus, pasar ikan, sambil mengopak kulit pinang dan menyuntik kapor ke dalam mulut mengunyah bercerita dan meludah merah pinang merah-merah pada air yang bergenang atau pada tembok dinding 'sian, satu keluarga mati dibawa arus tidur di gobok kebun sayur.'
Masihku ingat sorak-sorak penonton di padang bola Matahari memberat di atas kepala pertandingan masih bergelut hebat Guadacanal melawan Malaita, gol pertama, vesel ditiup dari kanan kiri padang, penonton menjadi gelisah dan meletup penyokong Malaita berdemo, perlawanan hari pun sorai nafas yang menggeletak penyokong Gualy pun balas menyembur bersikeras, berpekik dari sudut ke sudut, menentang amuk kala senja bergumpal api menyala dari gedung pejabat Fifa polis segenggam meminggir dari arakan demo bebayang gempar kini menjadi raksasa buas di Chinese Town berubah menjadi keramaian mengeruyuki kedai-kedai sederet.
Masihku ingat pagi yang kelam kucium bau tanahmu pertama kali bunyi tembakan di lorong-lorong gelap merentap sepi sekumpulan pemabuk yang bercanda mentertawakan cerita lucunya sendiri Masihku ingat Perang Ethnik itu merampas cintamu Malaita dan Guadacanal pelabuhan yang kosong dan jeritan-jeritan luka tersayat di hujung desa dan cemasnya Honiara dalam malam panjang.
Setiap kota ada ceritanya sendiri, setiap selokon memberikan ceritanya kalau aku pun bercerita, adakah kau akan merasa terluka!
Honiara Solomon Islands
|
|